Rabu, 30 Maret 2011

Menuju Tatanan Sistem Hukum Nasional


Hal yang harus diperhatikan dalam upaya mengusung hukum ekonomi syariah menuju ranah sistem hukum nasional adalah bagaimana peran political will lembaga eksekutif maupun legislatif, yakni pemerintah dan DPR dalam mambawa wacana ini sebagai agenda besar reformasi hukum kita. Kesungguhan keduanya untuk dapat merumuskan undang-undang bagi lembaga peradilan kita menjadi titik poin kunci keberhasilan dari upaya transformasi hukum ini. Karena sejatinya, melalui kedua tangan inilah ekonomi syariah tidak hanya menjadi hukum positif belaka, tetapi akan mampu menjadi bagian terbesar dari pelaksanaan hukum di Indonesia. Inilah yang kemudian kita disebut sebagai proses legislasi hukum ekonomi syari’ah.
Pendekatan yang kemudian dapat digunakan sebagai bentuk tranformasi hukum ekonomi syari’ah ke dalam hukum nasional dapat dirujuk dari bagaimana teori hukum Hans Kelsen dalam Stufenbau des rechts. Dalam teorinya dijelaskan bahwa berlakunya suatu hukum harus dapat dikembalikan kepada hukum yang lebih tinggi kedudukannya, yakni:
• Adanya cita-cita hukum (rechtsidee) yang merupakan norma abstrak.
• Adanya norma antara (tussen norm, generelle norm, law in books) yang dipakai sebagai perantara untuk mencapai cita-cita hukum.
• Adanya norma konkrit (concrete norm), sebagai hasil dari penerapan norma antara atau penegakkannya di pengadilan.
Dalam kajian hukumnya, Suhartono menjelaskan bahwa transformasi hukum ekonomi syari’ah dalam bentuk Peraturan Perundang-undangan yang baik sekurang-kurang harus memenuhi empat landasan yakni:
• Landasan Filosopis, yang berisi nilai-nilai moral atau etika dari bangsa tersebut. Menurutnya moral dan etika pada hakikatnya berisi nilai-nilai yang baik dan yang tidak baik, sedangkan nilai yang baik merupakan pandangan dan cita-cita yang dijunjung tinggi yang di dalamnya terdapat nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan kesusilaan serta berbagai nilai-nilai lain yang dianggap baik.
• Landasan Sosiologis, bahwasannya ketentuan-ketentuan hukumnya harus sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat. Menurutnya hal ini penting agar perundang-undangan yang dibuat kemudian dapat ditaati oleh masyarakat. Hukum yang dibuat menurutnya harus sesuai dengan “hukum yang hidup” (the living law) dalam masyarakat, serta mampu menjawab kecenderungan terhadap dinamika perubahan di masyarakat yang berorientasi masa depan.
• Landasan Yuridis, merupakan landasan hukum (yuridische gelding) yang menjadi dasar kewenangan (bevoegheid competentie). Menurutnya dasar hukum kewenangan dalam membentuk peraturan perundang-undangan mutlak diperlukan, tanpa kemudian disebutkan dalam peraturan perundang-undangan seorang pejabat atau suatu badan tidak berwenang dalam mengeluarkan peraturan.
• Landasan Politis, merupakan garis kebijakan politik yang menjadi dasar selanjutnya bagi kebijaksanaan-kebijaksanaan dan pengarahan ketatalaksanaan pemerintahan Negara.
Keempat landasan itulah yang seharusnya menjadi rangka alur pergerakkan perjuangan mutjahid-mutjahid ekonomi syari’ah dalam mengusung ekonomi syari’ah menuju sistem hukum nasional Indonesia sekaligus menjadi poin utama terhadap rumusan strategi legislasi yang patut untuk dikembangkan selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar